Jumat, 13 Februari 2015

DURHAKA KEPADA ORANG TUA TERMASUK DOSA BESAR

Oleh
Ummu Salamah As-Salafiyyah



Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda.

“Dosa besar itu adalah syirik kepada Allah, durhaka kepada kedua orang tua, membunuh jiwa seseorang, dan sumpah palsu” [HR. Al-Bukhari]

Dari Abu Bakrah Radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata, “Pernah disebutkan dosa-dosa besar di dekat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau bersabda:

“Syirik kepada Allah dan durhaka kepada kedua orang tua.’ Dan beliau bersandar lalu beliau duduk seraya berkata, ‘Dan kesaksian palsu atau ucapan dusta” [Muttafaq ‘alaih]

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda.

“Yang termasuk dosa besar adalah celaan seseorang terhadap kedua orang tuanya”

Mereka bertanya.

“Wahai Rasulullah, apakah ada orang yang mencela kedua orang tuanya?”

Beliau menjawab.

“Ya, seseorang mencela ayah orang lain, maka berarti dia telah mencela ayahnya sendiri. Dan dia mencela ibu orang itu berarti dia telah mencela ibunya sendiri” [HR. Bukhari dan Muslim]

Dari al-Mughirah bin Syu’bah Radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda.

“Sesungguhnya Allah Ta’ala mengharamkan kalian untuk durhaka kepada ibu-ibu kalian, man’an wa haatin (menolak kewajiban dan menuntut yang bukan haknya), mengubur hidup-hidup anak perempuan. Dan Allah membenci kalian dalam hal menyebar kabar yang tidak benar, banyak meminta-minta, dan menyia-nyiakan harta.”[HR. Al-Bukhari dan Muslim]

Imam Ahmad meriwayatkan dari hadits Abud Darda’ dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda.

“Tidak akan masuk Surga orang yang durhaka, pecandu khamr, dan orang yang mendustakan takdir.”

Ini adalah hadits hasan sebagaimana yang disebutkan di dalam kitab ash-Shahiih al-Musnad mimmaa Laisa fii ash-Shahiihain.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

“Tidak ada yang berbicara di dalam buaian, kecuali hanya tiga orang, yaitu: ‘Isa putera Maryam, bayi yang menyelamatkan Juraij. Juraij adalah seorang yang taat beribadah. Dia membangun tempat ibadah dan dia selalu berada di dalamnya.

Suatu saat, ibunya datang sedang dia tengah mengerjakan shalat. Sang ibu berkata, ‘Hai Juraij.’ Juraij berkata (di dalam hati), ‘Ya Rabb-ku, ibuku atau aku teruskan shalatku?’

Lalu dia meneruskan shalatnya sedang ibunya kembali pulang. Dan pada keesokan harinya ibunya datang lagi dan dia pun tengah mengerjakan shalat. Ibunya memanggil, ‘Hai Juraij.’ Juraij pun berkata (di dalam hati), ‘Ya Rabb-ku, ibuku atau aku teruskan shalatku?’ Maka ia tetap meneruskan shalatnya.

Dan pada hari berikutnya, ibunya datang lagi pada waktu Juraij tengah mengerjakan shalat. Maka ibunya pun memanggil, ‘Hai Juraij.’ Juraij pun berkata, ‘Wahai Rabb-ku, ibuku atau aku teruskan shalatku?’

Lalu dia tetap meneruskan shalatnya. Maka ibunya berdo’a, ‘Ya Allah, janganlah Engkau mematikannya sehingga dia melihat wajah (berurusan dengan) pelacur.’

Kemudian orang-orang Bani Israil memperbincangkan Juraij ini dan ibadahnya. Pada waktu itu ada seorang wanita pelacur yang kecantikannya menjadi idola. Pelacur itu berkata, ‘Seandainya kalian menghendaki, niscaya aku sanggup menguji Juraij.’

Kemudian wanita itu datang dan mengganggu Juraij, tetapi dia tidak sedikit pun menoleh kepadanya.

Selanjutnya wanita itu datang kepada seorang penggembala dan mengajaknya ke tempat ibadah Juraij dengan menyerahkan diri kepada penggembala itu untuk dizinai. Dan penggembala kambing itu pun mau memenuhi ajakan wanita tersebut hingga akhirnya wanita itu hamil. Ketika wanita itu melahirkan seorang bayi, dia berkata, ‘Bayi ini adalah hasil hubunganku dengan Juraij.’

Kemudian orang-orang Bani Israil itu datang kepada Juraij dan memaksanya untuk turun, lalu mereka menghancurkan tempat ibadahnya itu serta memukulinya. Juraij berkata, ‘Mengapa kalian berbuat seperti ini?’

Mereka menjawab, ‘Engkau telah berbuat zina dengan pelacur itu sehingga dia melahirkan seorang bayi dari dirimu.’ Juraij bertanya, ‘Mana bayi itu?’

Mereka membawa anak bayi itu dan Juraij berkata, ‘Tunggu dulu, saya akan mengerjakan shalat.’

Juraij pun shalat dan setelah selesai, Juraij datang kepada bayi itu, lalu dia tekan perut bayi tersebut sambil bertanya, ‘Wahai bayi, siapakah bapakmu?’ Bayi itu menjawab, ‘Si Fulan, seorang penggembala.’

Kemudian orang-orang Bani Israil itu menerima perkataan Juraij, lalu mencium dan meminta maaf kepada Juraij seraya berkata, ‘Kami akan membangunkan sebuah tempat ibadah dari emas untukmu.’

‘Jangan, bangunkan kembali tempat ibadahku dari tanah seperti semula,’ sahut Juraij. Maka mereka pun membangunkan tempat ibadah untuk Juraij.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]

Anehnya, sekarang ini kita menyaksikan sebagian pemuda yang begitu tunduk kepada isteri mereka, sementara mereka durhaka kepada ibu mereka. Dan mereka tidak menyadari bahwasanya akan datang suatu hari dimana mereka akan membutuhkan bakti anak-anak mereka, sebagaimana orang tua mereka sekarang membutuhkan bakti mereka kepadanya. Dan balasan itu akan didapat seperti apa yang dikerjakan.

Betapa indahnya ungkapan orang yang berkata:

Kunjungilah kedua orang tuamu dan berdirilah di atas kuburan mereka
Seakan-akan diriku telah engkau bawa ke tempat itu

Jika engkau berada di mana mereka berada dan keduanya ada di akhirat
Niscaya keduanya akan mengunjungimu dengan merangkak dan bukan berjalan di atas kedua kakinya

Dosa mereka berdua tidak akan beralih kepadamu dan cukup lama
Mereka mencurahkan cinta yang murni dari dalam lubuk hati mereka

Jika keduanya melihat rintangan menghadangmu maka keduanya
Akan merasa sedih atas keluhanmu dan terasa sesak oleh keduanya.

Dan jika keduanya mendengar rintihanmu, maka mereka mencucurkan
Air mata di pipi mereka karena kasihan kepadamu

Keduanya berharap agar engkau menemukan ketenangan
Dengan semua yang meliputi harta milik mereka.

Engkau pasti akan menemuinya esok atau lusa
Sebagaimana mereka telah menemui kedua orang tua mereka

Hendaklah engkau mendahulukan baktimu kepada mereka,
Sebagaimana mereka telah mendahulukan dirimu atas diri mereka.[1]

[Disalin dari buku Al-Intishaar li Huquuqil Mu’minaat, Edisi Indonesia Dapatkan Hak-Hakmu Wahai Muslimah, Penulis Ummu Salamah As-Salafiyyah, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Penerjemah Abdul Ghoffar EM]
________
Footnote
[1]. Kitab al-Birr wash Shilaah, hal. 137, karya Ibnul Jauzi.



0 komentar:

Posting Komentar