AGAMA ISLAM DAN EKONOMI
FAKULTAS
EKONOMI AKUNTANSI
TAHUN
2014
Oleh:
Kelompok 9
1. Siva Mardiyahsari (2A214397)
2. Putrid Alfi Oktaviani (28214577)
3. dean
Jl. Margonda Raya No. 100, Pondok
Cina, Depok 16424
Telepon : (021) 7520981
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur mari kita panjatkan
kepada Allah SWT atas selesainya makalah Agama Islam “Agama Islam dan Ekonomi”. penulis menyadari bahwa makalah ini belum
sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan
sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah ini.
Depok, 21 November
2014
DAFTAR ISI
Halaman judul………………………………………………………………………………………………………………… 1
Kata
Pengantar……………………………………………………………………………………………………………….. 2
Daftar isi…………………………………………………………………………………………………………………………. 3
Bab I: Pendahuluan
1.1 . Latar
belakang……………………………………………………………………………………………………. 4
1.2 . Tujuan……………………………………….................................................................... 4
Bab II: Isi
2.1.
Pengertian ……………………………………...................................................................... 5
Bab III:
Penutup……………………………………………………….................................................... 13
3.1. kesimpulan ................................................................................................. ………. 14
PENDAHULUAN
1.1 Latar
belakang
Krisis moneter melanda dimana-mana,
tak terkecuali di negeri tercinta kita ini. Para ekonom dunia sibuk mencari
sebab-sebabnya dan berusaha sekuat tenaga untuk memulihkan perekonomian
dinegaranya masing-masing. Krisis ekonomi telah banyak menimbulkan kerugian,
meningkatnya pengangguran, meningkatnya tindak kejahatan dan sebagainya.
Setelah banyak berbagai masalah timbul akhirnya system ekonomi islam mulai
dilirik sebagai suatu pilihan alternative, dan diharapkan mampu menjawab
tantangan dunia dimasa yang akan datang. Al-qur`an telah memberikan berbagai
macam contoh tegas mengenai masalah-masalah ekonomi yang menekankan bahwa
ekonomi adalah salah satu bidang perhatian islam.
Islam sekurang-kurangnya menurut keyakinan para pemeluknya, adalah agama yang tidak hanya mengatur persoalan akidah dan ibadah; akan tetapi, juga memberikan landasan utama tentang norma-norma dasar yang berkaitan erat dengan persoalan-persoalan ekonomi dan keuangan seperti perdagangan/niaga, sewa-menyewa, gadai, utang-piutang, dan lain-lain yang khususnya berhubungan dengan norma-norma dasar bertransaksi ekonomi dan keuangan dalam bentuk dan konteks islam yang manapun. Seperti dinyatakan dalam Al-qur`an, Islam adalah agama lengkap sempurna yang tidak hanya bercorak global universal akan tetapi juga bersifat luas, padu, dan utuh.disini kami akan mengulas tentang Agama Islam dan Ekonomi.
Islam sekurang-kurangnya menurut keyakinan para pemeluknya, adalah agama yang tidak hanya mengatur persoalan akidah dan ibadah; akan tetapi, juga memberikan landasan utama tentang norma-norma dasar yang berkaitan erat dengan persoalan-persoalan ekonomi dan keuangan seperti perdagangan/niaga, sewa-menyewa, gadai, utang-piutang, dan lain-lain yang khususnya berhubungan dengan norma-norma dasar bertransaksi ekonomi dan keuangan dalam bentuk dan konteks islam yang manapun. Seperti dinyatakan dalam Al-qur`an, Islam adalah agama lengkap sempurna yang tidak hanya bercorak global universal akan tetapi juga bersifat luas, padu, dan utuh.disini kami akan mengulas tentang Agama Islam dan Ekonomi.
ISI
2.1 Agama Islam dan
Ekonomi
Islam adalah sistem
kehidupan (way of
life). Islam
menyediakan berbagai perangkat aturan yang lengkap bagi kehidupan manusia,
termasuk dalam bidang ekonomi. Ekonomi Islam dibangun atas dasar agama Islam,
sehingga ekonomi Islam bagian tak terpisahkan (integral) dari agama Islam.
Sebagai derivasi dari agama Islam, ekonomi Islam akan mengikuti agama Islam
dalam berbagai aspeknya. Ciri khas ekonomi Islam adalah tidak memisahkan antara
norma dan fakta, serta konsep yang rasional.
A.
Bagaimana bisa
agama disatukan dengan ilmu ekonomi
Secara
umum, agama (religion) diartikan sebagai persepsi dan
keyakinan manusia terkait dengan eksistensinya, alam semesta, dan peran Tuhan
terhadap alam semesta dan kehidupan manusia sehingga membawa kepada pola bahwa
agama yang menentukan perilaku dan tujuan hidup manusia.
Islam
mendefinisikan agama bukan hanya berkaitan dengan spiritualitas atau
ritualitas, namun agama merupakan serangkaian keyakinan, peraturan serta
tuntutan moral bagi setiap aspek kehidupan manusia., termasuk ketika manusia
berinteraksi dengan sesama manusia atau alam semesta.
Ekonomi,
secara umum, didefinisikan sebagai hal yang mempelajari perilaku manusia dalam
menggunakan sumber daya yang langka untuk memproduksi barang dan jasa yang
dibutuhkan manusia. Dengan demikian, ekonomi merupakan suatu bagian dari agama.
B.
Perdagangan menurut Ajaran Islam
Perdagangan atau bisnis adalah suatu yang terhormat di dalam
ajaran Islam, karena itucukup banyak ayat Al-quran dan hadits Nabi yang
menyebut dan menjelaskan norma-norma perdagangan. C.C. Torrey dalam The
Commercial Theological Term in the Quranmenerangkan bahwa Alquran memakai 20
terminologi bisnis. Ungkapan tersebutmalahan diulang sebanyak 720 kali.
Penghargaan Nabi Muhammad terhadap perdagangan sangat
tinggi, bahkan beliausendiri adalah seorang aktivis perdagangan
mancanegara yang sangat handal dan pupolis.Sejak usia muda reputasinya dalam
dunia bisnis demikian bagus, sehingga beliau dikenalluas di Yaman, Syiria, Yordana, Iraq, Basrah dan kota-kota perdagangan lainnya diJazirah Arab. Kiprah Nabi Muhammad dalam
perdagangan banyak dibahas oleh Afzalur Rahman dalam buku Muhammad A
Trader.
Islam memang menghalalkan usaha perdagangan,
perniagaan dan atau jual beli.Namun tentu saja untuk orang yang menjalankan usaha
perdagangan secara Islam, dituntut menggunakan tata cara khusus, ada aturan
mainnya yang mengatur bagaimana seharusnya seorang Muslim berusaha di bidang
perdagangan agar mendapatkan
berkah dan ridha Allah SWT di dunia dan akhirat.
Aturan
main perdagangan Islam, menjelaskan berbagai etika yang harus dilakukan oleh
para pedagang Muslim dalam melaksanakan jual beli. Dan diharapkan dengan menggunakan
dan mematuhi etika perdagangan Islam tersebut, suatu usaha perdagangan dan
seorang Muslim akan maju
dan berkembang pesat lantaran selalu mendapat berkah Allah SWT di dunia dan di
akhirat. Etika perdagangan Islam menjamin, baik pedagang maupun pembeli, masing-masing akan saling mendapat keuntungan.
Adapun
etika perdagangan Islam tersebut antara lain:
Shidiq (jujur)
Seorang pedagang wajib berlaku jujur dalam melakukan usaha
jual beli. Jujur dalam artiluas.
Tidak berbohong, tidak menipu, tidak mcngada-ngada fakta, tidak
bekhianat, sertatidak pernah ingkar janji dan lain sebagainya.
amanah (tanggung jawab)
Setiap pedagang harus
bertanggung jawab atas usaha dan pekerjaan dan atau jabatan sebagai pedagang
yang telah dipilihnya tersebut. Tanggung jawab di sini artinya, mau
dan mampu menjaga
amanah (kepercayaan) masyarakat yang memang secara otomatis terbeban di
pundaknya.
Tidak menipu
Dalam suatu hadits
dinyatakan, seburuk-buruk tempat adalah pasar. Hal ii lantaran pasar atau
termpat di mana orang jual beli itu dianggap sebagal sebuah tempat yang di
dalamnya penuh dengan penipuan, sumpah palsu, janji palsu, keserakahan, perselisihan
dan keburukan tingkah polah manusia lainnya.
Menepati janji
Seorang pedagang juga
dituntut untuk selalu menepati janjinya, baik kepada para pembeli maupun di
antara sesama pedagang, terlebih lagi tentu saja, harus dapat menepati janjinya
kepada Allah SWT.
Murah hati
Dalam suatu hadits,
Rasulullah SAW menganjurkan agar para pedagang selalu bermurah hati dalam
melaksanakan jual beli. Murah hati dalam pengertian; ramah tamah, sopansantun, murah
senyum, suka mengalah, namun tetap penuh tanggungjawab.
Tidak melupakan
akhirat
Jual beli adalah
perdagangan dunia, sedangkan melaksanakan kewajiban Syariat Islam adalah
perdagangan akhirat. Keuntungan akhirat pasti lebih utama ketimbang keuntungan
dunia. Maka para pedagang Muslim sekali-kali tidak boleh terlalu menyibukkan
dirinya semata-mata untuk mencari keuntungan materi dengan meninggalkan
keuntungan akhirat. Sehingga jika datang waktu shalat, mereka wajib
melaksanakannya sebelum habis waktunya.
C.
Syirkah
PENGERTIAN SYIRKAH
Syirkah menurut
bahasa adalah ikhthilath (berbaur). Adapun menurut istilah syirkah (kongsi)
ialah perserikatan yang terdiri atas dua orang atau lebih yang didorong oleh
kesadaran untuk meraih keuntungan. Terkadang syirkah ini terbentuk tanpa
disengaja, misalnya berkaitan dengan harta warisan. (Fathul Bari V:
129).
PENSYARI’ATAN SYIRKAH
Allah
swt berfirman:
“Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu
sebagian mereka berbuat zhalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal shalih; dan amat sedikitlah mereka ini.” (QS Shaad: 24).
“Jika seorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak
meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara
laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi
masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika
saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang
sepertiga itu.” (QS An-Nisaa': 12)
SYIRKAH SYAR’IYAH (BENTUK KONGSI YANG DISYARATKAN)
Dalam
kitabnya, as-Sailul Jarrar III: 246 dan 248, Imam Asy-Syaukani rahimahullah
menulis sebagai berikut, “(Syirkah syar’iyah) terwujud (terealisasi) atas dasar
sama-sama ridha di antara dua orang atau lebih, yang masing-masing dari mereka
mengeluarkan modal dalam ukuran yang tertentu. Kemudian modal bersama itu
dikelola untuk mendapatkan keuntungan, dengan syarat masing-masing di antara
mereka mendapat keuntungan sesuai dengan besarnya saham yang diserahkan kepada
syirkah tersebut. Namun manakala mereka semua sepakat dan ridha, keuntungannya
dibagi rata antara mereka, meskipun besarnya modal tidak sama, maka hal itu
boleh dan sah, walaupun saham sebagian mereka lebih sedikit sedang yang lain
lebih besar jumlahnya. Dalam kacamata syari’at, hal seperti ini tidak mengapa,
karena usaha bisnis itu yang terpenting didasarkan atas ridha sama ridha,
toleransi dan lapang dada.”
D.
Bank
Bank
adalah sebuah lembaga perantara keuangan yang memiliki wewenang dan fungsi
untuk menghimpun dana masyarakat umum untuk disalurkan.
Menurut
UU RI No 10 Tahun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, dapat
disimpulkan bahwa usaha perbankan meliputi tiga kegiatan, yaitu menghimpun
dana,menyalurkan dana, dan memberikan jasa bank lainnya. Kegiatan
menghimpun dan menyalurkan dana merupakan kegiatan pokok bank sedangkan
memberikan jasa bank lainnya hanya kegiatan pendukung. Kegiatan menghimpun
dana, berupa mengumpulkan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan giro, tabungan,
dan deposito. Biasanya
sambil diberikan balas jasa yang menarik seperti, bunga dan
hadiah sebagai rangsangan bagi masyarakat. Kegiatan menyalurkan dana,
berupa pemberian pinjaman kepada masyarakat. Sedangkan jasa-jasa perbankan
lainnya diberikan untuk mendukung kelancaran kegiatan utama tersebut. bank
didirikan oleh Prof. Dr. Ali Afifuddin, SE. Inilah beberapa manfaat perbankan
dalam kehidupan:
- Sebagai model investasi, yang berarti,
transaksi derivatif dapat dijadikan sebagai salah satu model berinvestasi.
Walaupun pada umumnya merupakan jenis investasi jangka pendek (yield
enhancement).
- Sebagai cara lindung nilai, yang berarti,
transaksi derivatif dapat berfungsi sebagai salah satu cara untuk
menghilangkan risiko dengan jalan lindung nilai (hedging), atau disebut
juga sebagai risk management.
- Informasi harga, yang berarti, transaksi
derivatif dapat berfungsi sebagai sarana mencari atau memberikan informasi
tentang harga barang komoditi tertentu dikemudian hari (price discovery).
- Fungsi spekulatif, yang berarti,
transaksi derivatif dapat memberikan kesempatan spekulasi
(untung-untungan) terhadap perubahan nilai pasar dari transaksi derivatif
itu sendiri.
- Fungsi manajemen produksi berjalan dengan
baik dan efisien, yang berarti, transaksi derivatif dapat memberikan
gambaran kepada manajemen produksi sebuah produsen dalam menilai suatu
permintaan dan kebutuhan pasar pada masa mendatang.
Terlepas dari funsi-fungsi perbankan (bank)
yang utama atau turunannya, maka yang perlu diperhatikan untuk dunia perbankan,
ialah tujuan secara filosofis dari eksistensi bank di Indonesia. Hal ini sangat
jelas tercermin dalam Pasal empat Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang
menjelaskan, ”Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan
nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan
stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak”. Meninjau
lebih dalam terhadap kegiatan usaha bank, maka bank (perbankan) Indonesia dalam
melakukan usahanya harus didasarkan atas asas demokrasi ekonomi yang
menggunakan prinsip kehati-hatian.4 Hal ini, jelas tergambar, karena secara
filosofis bank memiliki fungsi makro dan mikro terhadap proses pembangunan
bangsa.
E.
Prinsip dan Konsep Bank Islam
Bank Syari’ah dalam UU No 10 Tahun1998 tentang
Perbankan Pasal 1 tidak didefinisikan secara rinci. Namun dapat ditarik
pengertian bahwa bank syari’ah adalah bank umum atau bank perkreditan rakyat
yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syari’ah yang dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Algaoud dan Lewis
(2001) menyatakan: Perbankan Islam memberikan layanan bebas bunga kepada
nasabahnya. Pembayaran dan penarikan bunga dilarang dalam semua transaksi.
Islam melarang kaum muslimin menarik atau membayar bunga (riba). Pelarangan
inilah yang membedakan sistem perbankan Islam dengan sistem perbankan
konvensional.
Ahmad Ibrahim (1997), dalam Arifin (2003), menyatakan bahwa bank syari’ah didirikan dengan tujuan untuk mempromosikan dan mengembangkan penerapan prinsip-prinsip Islam, syari’ah dan tradisinya ke dalam transaksi keuangan dan perbankan serta bisnis lain yang terkait. Prinsip utama yang diikuti bank Islam adalah: pelarangan riba, melakukan kegiatan usaha dan perdagangan berdasarkan keuntungan yang sah dan memberikan zakat.
Sementara itu, Antonio dan Perwataatmaja (1997:1), membedakan pengertian bank syari’ah menjadi dua: Bank Islam dan Bank yang beroperasi dengan prinsip syari’ah Islam. Bank Islam adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah Islam; bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan Hadist; Sementara bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip syari’ah Islam adalah bank yang dalam beroperasinya itu mengikuti ketentuan-ketentuan syari’ah Islam, khususnya yang menyangku tata cara bermuamalah secara Islam. Dikatakan lebih lanjut, dalam tata cara bermuamalah itu dijauhi praktek-praktek yang dikhwatirkan mengandung unsur-unsur riba untuk diisi dengan kegiatan-kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan perdagangan.
Dari uaraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa bank syari’ah adalah bank yang dalam melaksanakan aktivitasnya dalam pemberian jasa dan lainnya berdasarkan prinsip Syari’ah Islam, seperti menghindari penggunaan instrumen bunga (riba) dan beroperasi dengan prinsip bagi hasil (profit anf loss sharing)
Dalam menjalankan fungsi dan perannya bank syari’ah secara garis besar, sistem operasional bank syari’ah ditentukan aqad yang terdiri dari lima dasar aqad. Bersumber dari lima dasar aqad inilah dapat ditemukan produkproduk lembaga keuangan bank syari’ah . Kelima konsep tersebut adalah:
a. Prinsip pinjaman murni (al-wadiah)
b. Bagi hasil (syirkah)
c. Prinsip jual beli (at-tijarah)
d. Prinsip sewa (al-ijarah)
d. Prinsip jasa (al-ajr walumullah)
Secara garis besar, pengembangan produk bank syari’ah dikelompokkan
menjadi tiga kelompok, yaitu:
a. Produk penghimpunan dana
Penghimpunan dana bank syari’ah mempunyai dua prinsip yaitu:
1. Prinsip Simpanan atau tabungan Murni (wadiah)
2. Prinsip Bagi Hasil (syirkah)
Adalah sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara
penyedia dana dengan pengelola dana.
b. Penyaluran Dana
25
Produk penyaluran dana bank syari’ah dapat dikembangkan dalam tiga model, yaitu:
a. Prnsip Jual Beli (tijarah)
b. Prinsip Sewa (ijarah)
c. Prinsip Bagi Hasil (syirkah)
d. Prinsip Pelengkap
Ahmad Ibrahim (1997), dalam Arifin (2003), menyatakan bahwa bank syari’ah didirikan dengan tujuan untuk mempromosikan dan mengembangkan penerapan prinsip-prinsip Islam, syari’ah dan tradisinya ke dalam transaksi keuangan dan perbankan serta bisnis lain yang terkait. Prinsip utama yang diikuti bank Islam adalah: pelarangan riba, melakukan kegiatan usaha dan perdagangan berdasarkan keuntungan yang sah dan memberikan zakat.
Sementara itu, Antonio dan Perwataatmaja (1997:1), membedakan pengertian bank syari’ah menjadi dua: Bank Islam dan Bank yang beroperasi dengan prinsip syari’ah Islam. Bank Islam adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah Islam; bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan Hadist; Sementara bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip syari’ah Islam adalah bank yang dalam beroperasinya itu mengikuti ketentuan-ketentuan syari’ah Islam, khususnya yang menyangku tata cara bermuamalah secara Islam. Dikatakan lebih lanjut, dalam tata cara bermuamalah itu dijauhi praktek-praktek yang dikhwatirkan mengandung unsur-unsur riba untuk diisi dengan kegiatan-kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan perdagangan.
Dari uaraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa bank syari’ah adalah bank yang dalam melaksanakan aktivitasnya dalam pemberian jasa dan lainnya berdasarkan prinsip Syari’ah Islam, seperti menghindari penggunaan instrumen bunga (riba) dan beroperasi dengan prinsip bagi hasil (profit anf loss sharing)
Dalam menjalankan fungsi dan perannya bank syari’ah secara garis besar, sistem operasional bank syari’ah ditentukan aqad yang terdiri dari lima dasar aqad. Bersumber dari lima dasar aqad inilah dapat ditemukan produkproduk lembaga keuangan bank syari’ah . Kelima konsep tersebut adalah:
a. Prinsip pinjaman murni (al-wadiah)
b. Bagi hasil (syirkah)
c. Prinsip jual beli (at-tijarah)
d. Prinsip sewa (al-ijarah)
d. Prinsip jasa (al-ajr walumullah)
Secara garis besar, pengembangan produk bank syari’ah dikelompokkan
menjadi tiga kelompok, yaitu:
a. Produk penghimpunan dana
Penghimpunan dana bank syari’ah mempunyai dua prinsip yaitu:
1. Prinsip Simpanan atau tabungan Murni (wadiah)
2. Prinsip Bagi Hasil (syirkah)
Adalah sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara
penyedia dana dengan pengelola dana.
b. Penyaluran Dana
25
Produk penyaluran dana bank syari’ah dapat dikembangkan dalam tiga model, yaitu:
a. Prnsip Jual Beli (tijarah)
b. Prinsip Sewa (ijarah)
c. Prinsip Bagi Hasil (syirkah)
d. Prinsip Pelengkap
F.
Koperasi
Koperasi adalah organisasi bisnis yang
dimiliki dan dioperasikan oleh orang-seorang demi kepentingan bersama. Koperasi
melandaskan kegiatan berdasarkan prinsip gerakan ekonomi rakyat yang
berdasarkan asas kekeluargaan.
Prinsip
koperasi adalah suatu sistem ide-ide abstrak yang
merupakan petunjuk untuk membangun koperasi yang efektif dan tahan lama. Prinsip koperasi
terbaru yang dikembangkan International Cooperative Alliance (Federasi
koperasi non-pemerintah internasional) adalah
- Keanggotaan yang bersifat terbuka dan
sukarela
- Pengelolaan yang demokratis,
- Partisipasi anggota dalam ekonomi,
- Kebebasan dan otonomi,
- Pengembangan pendidikan, pelatihan, dan informasi.
Di Indonesia sendiri
telah dibuat UU no. 25 tahun 1992 tentang
Perkoperasian. Prinsip koperasi menurut UU no. 25 tahun 1992 adalah:
- Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka
- Pengelolaan dilakukan secara demokrasi
- Pembagian SHU dilakukan secara adil
sesuai dengan jasa usaha masing-masing anggota
- Pemberian balas jasa yang terbatas
terhadap modal
- Kemandirian
- Pendidikan perkoperasian
- Kerjasama antar koperasi
Dalam Islam, koperasi tergolong sebagai syirkah/syarikah. Lembaga
ini adalah wadah kemitraan, kerjasama, kekeluargaan, dan kebersamaan usaha yang
sehat, baik, dan halal. Dan, lembaga yang seperti itu sangat dipuji Islam
seperti dalam firman Allah, “Dan bekerjasamalah dalam kebaikan dan ketakwaan,
dan janganlah saling bekerjasama dalam dosa dan permusuhan.” (Al-Maidah: 2).
Lihat juga surat An-Nisa’: 12 dan Shaad: 24.
Bahkan, Nabi saw. tidak sekadar membolehkan, juga memberi motivasi dengan sabdanya dalam hadits Qudsi, “Aku (Allah) merupakan pihak ketiga yang menyertai (untuk menolong dan memberkati) kemitraan antara dua pihak, selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak lainnya. Jika salah satu pihak telah melakukan pengkhianatan terhadap mitranya, maka Aku keluar dari kemitraan tersebut.” (Abu Daud dan Hakim). Beliau juga bersabda, “Allah akan mengabulkan doa bagi dua orang yang bermitra selama di antara mereka tidak saling mengkhianati.” (Al-Bukhari)
Bahkan, Nabi saw. tidak sekadar membolehkan, juga memberi motivasi dengan sabdanya dalam hadits Qudsi, “Aku (Allah) merupakan pihak ketiga yang menyertai (untuk menolong dan memberkati) kemitraan antara dua pihak, selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak lainnya. Jika salah satu pihak telah melakukan pengkhianatan terhadap mitranya, maka Aku keluar dari kemitraan tersebut.” (Abu Daud dan Hakim). Beliau juga bersabda, “Allah akan mengabulkan doa bagi dua orang yang bermitra selama di antara mereka tidak saling mengkhianati.” (Al-Bukhari)
Maka tak heran
jika jejak koperasi berdasarkan prinsip syariah telah ada sejak abad III
Hijriyah di Timur tengah dan Asia Tengah. Bahkan, secara teoritis telah
dikemukakan oleh filosuf Islam Al-Farabi. As-Syarakhsi dalam Al-Mabsuth,
sebagaimana dinukil oleh M. Nejatullah Siddiqi dalam Patnership and Profit
Sharing in Islamic Law, ia meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. pernah ikut dalam
suatu kemitraan usaha semacam koperasi, di antaranya dengan Sai bin Syarik di
Madinah.
Kini, koperasi
sebagai organisasi ekonomi berbasis orang atau keanggotaan (membership based association),
menjadi substantive power perekonomian negara-negara maju. Misalnya Denmark,
AS, Singapura, Korea, Jepang, Taiwan, dan Swedia. Meskipun, awalnya hanya
countervailing power (kekuatan pengimbang) kapitalisme swasta di bidang ekonomi
yang didominasi oleh perusahaan berdasarkan modal persahaman (equity based
association), yang sering jadi sapi perah pemilik modal (share holders) dengan
sistem dan mekanisme targeting yang memeras pengelola.
Spirit membership
based association teraktualisasikan dalam ‘tujuh kebaikan’. Buku-buku modern
menyebutnya sebagai social capital (modal sosial). Di Indonesia semangat
ekonomi kerakyatan berbasis modal sosial mulai menggejala di era Hindia Belanda
di abad ke-19, tepatnya sejak diberlakukan UU Agraria 1870 yang menghapuskan
sistem Tanam Paksa (Cultuur Stelsel). UU itu mendorong munculnya kepemilikan
lokal (local ownership) dan inisiatif rakyat setempat yang mendapatkan porsi
ekonomi yang signifikan.
Bung Hatta dalam
buku Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun mengkategorikan social capital
ke dalam 7 nilai sebagai spirit koperasi. Pertama, kebenaran untuk menggerakkan
kepercayaan (trust). Kedua, keadilan dalam usaha bersama. Ketiga, kebaikan dan
kejujuran mencapai perbaikan. Keempat, tanggung jawab dalam individualitas dan
solidaritas. Kelima, paham yang sehat, cerdas, dan tegas. Keenam, kemauan
menolong diri sendiri serta menggerakkan keswasembadaan dan otoaktiva. Ketujuh,
kesetiaan dalam kekeluargaan.
Formula nilai
yang dikemukkan Hatta ini parallel dengan apa yang diungkapkan oleh Kagawa,
bapak koperasi Jepang dalam buku Brotherhood Economics, bahwa koperasi
merupakan kemitraan ekonomi yang memacu kesejahteraan sosial bersama dan
penghindaran dari isapan kekuatan-kekeuatan yang meraih kedudukan istimewa
dalam ekonomi.
Implementasi
ketujuh nilai yang menjiwai kepribadian koperasi versi Hatta, dituangkan dalam
tujuh prinsip operasional koperasi secara internal dan eksternal. Ketujuh
prinsip operasional itu adalah; Pertama, keanggotaan sukarela dan terbuka.
Kedua, pengendalian oleh anggota secara demokratis. Ketiga, partisipasi
ekonomis anggota. Keempat, otonomi dan kebebasan. Kelima, pendidikan, pelatihan
dan informasi. Keenam, kerjasama antar koperasi. Ketujuh, kepedulian terhadap
komunitas.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perekonomian sebagai salah satu sendi
kehidupan yang penting bagi manusia, oleh al-Qur`an telah diatur sedemikian
rupa. Riba secara tegas telah dilarang karena merupakan salah satu sumber
labilitas perekonomian dunia. Hal terpenting dari semua itu adalah bahwa kita
harus dapat mengembalikan fungsi asli uang yaitu sebagai alat tukar/jual beli
bukan sebagai komoditi dengan cara memungut bunga sebesar-besarnya karena hal
seperti ini adalah dosa besar, dan orang-orang yang tetap mengambil riba
setelah tiba larangan Allah diancam akan dimasukkan kedalam neraka (Qs.
Al-Baqarah:275). Demikianlah kesimpulan dari makalah ini, semoga bermanfaat
dalam kehidupan kita sehari-hari.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusSumber sama daftar pustakanya gak ada.?
BalasHapussumber daftar pustaka mana kak
BalasHapusmohon maaf tidak saya cantumkan
Hapus