Puasa dalam Islam (Dalil-dalil puasa wajib, sunnah dan
haram)
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلاَّ
الصِّيَامَ, فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ. الصِّيَامُ جُنَّةٌ
“Semua amalan anak Adam adalah untuknya kecuali puasa,
karena dia itu untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya. Puasa adalah
perisai.”
(HR. Al-Bukhari
no. 1904 dan Muslim no. 1151)
مَا مِنْ عَبْدٍ يَصُوْمُ يَوْمًا فِي سَبِيْلِ
اللهِ إِلاَّ بَاعَدَ اللهُ بِهَذاَ الْيَوْمِ وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ سَبْعِيْنَ
خَرِيْفًا
“Tidaklah seorang hamba berpuasa sehari di jalan Allah
kecuali karenanya Allah akan menjauhkan wajahnya dari neraka sejauh 70 tahun
perjalanan.” (HR. Al-Bukhari no. 2840 dan Muslim no. 1153)
Rasulullah Saw. bersabda: "Sesungguhnya di dalam surga
terdapat satu pintu yang dinamakan pintu 'al-Rayan' yang hanya
dimasuki oleh orang-orang yang berpuasa. Ditanyakan (oleh pintu tersebut): 'Di
manakah orang-orang yang berpuasa?' Maka mereka pun masuk dari pintu tersebut.
Setelah semua orang yang berpuasa memasukinya, pintu itu pun ditutup dan tak
akan ada lagi yang masuk melaluinya."
(HR. Muslim, dari Sahl Ibn Sa'd).
diriwayatkan juga oleh al-Nasa'i dan Ibnu Khuzaimah, dari Sa' id Ibn 'Abdurrahman, dan yang lainnya. Dan dalam riwayat ini terdapat tambahan: "Barangsiapa yang memasukinya (memasuki pintu al-Rayyan), maka akan meminum darinya. Dan barangsiapa meminum darinya, maka tak akan dahaga selamanya".
(HR. Muslim, dari Sahl Ibn Sa'd).
diriwayatkan juga oleh al-Nasa'i dan Ibnu Khuzaimah, dari Sa' id Ibn 'Abdurrahman, dan yang lainnya. Dan dalam riwayat ini terdapat tambahan: "Barangsiapa yang memasukinya (memasuki pintu al-Rayyan), maka akan meminum darinya. Dan barangsiapa meminum darinya, maka tak akan dahaga selamanya".
Secara Aktivitas
Puasa adalah menahan. secara definisi adalah menahan
keinginan hawa nafsu (jasad/diri) dan bahkan menjalankan keinginan-keinginan
Allah yang terkandung di dalam AlQuran. Perintah puasa lebih menekankan kedalam
aktifitas sendi kehidupan sehingga meraih derajat Taqwa (menjalankan segala
perintah Allah dan menjauhi segala laranganNYA). Perintah puasa pertama kali
saat umat sudah hijrah di madinah, dimana kondisi ummat islam saat itu dari
mekkah setelah di tekan dari berbagai sisi kehidupan... namun di sinilah terlihat
sifat kesabaran (tidak lemah, tidak lesu, pantang mundur) dari semangat ummat
islam untuk bangkit menyebarkan ayat-ayat Allah ke seluruh wilayah..
Jenis-jenis Puasa
Puasa yang hukumnya wajib
Puasa Ramadan :
Perintah berpuasa dari Allah terdapat dalam Al-Quran di
surat Al-Baqarah ayat 183.
”Yaa ayyuhaladziina aamanuu kutiba alaikumus siyaamu kamaa kutiba ‘alalladziina min qablikum la allakum tataquun”
“ Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan ke atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan ke atas umat-umat yang sebelum kamu, semoga kamu menjadi orang-orang yang bertaqwa.”
”Yaa ayyuhaladziina aamanuu kutiba alaikumus siyaamu kamaa kutiba ‘alalladziina min qablikum la allakum tataquun”
“ Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan ke atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan ke atas umat-umat yang sebelum kamu, semoga kamu menjadi orang-orang yang bertaqwa.”
Puasa karena nazar
Puasa kifarat atau denda
Syaikhul Islam Ibnu Taimiah berkata dalam Kitab Ash-Shiyam
dari Syarah Al-Umdah (1/26), “Puasa itu ada lima jenis: Puasa yang wajib dengan
syara’ yaitu puasa bulan ramadhan baik yang ada`an maupun qadha`, puasa wajib
dalam kaffarah, yang wajib karena nazar, dan puasa sunnah.” Lihat juga Shahih
Fiqhus Sunnah (2/88)
Puasa yang hukumnya sunah
Puasa 6 hari di bulan Syawal
Puasa Arafah
Puasa Senin-Kamis
Puasa Daud (sehari puasa, sehari tidak)
Puasa Asyura (pada bulan muharam) baca
Puasa 3 hari pada pertengahan bulan (menurut kalender
islam), tanggal 13, 14, dan 15
Puasa 6 hari Syawal, Puasa Seperti Setahun Penuh
Dari Abu Ayyub Al Anshori, Rosululloh bersabda, “Barangsiapa
yang berpuasa Romadhon kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia
seperti berpuasa setahun penuh.”Shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa
berpuasa enam hari setelah hari raya Iedul Fitri, maka seperti berpuasa setahun
penuh. Barangsiapa berbuat satu kebaikan, maka baginya sepuluh lipatnya.”
(HR. Ibnu Majah dan dishohihkan oleh Al Albani dalam Irwa’ul
Gholil).
Dari Tsauban, Rosululloh Puasa Syawal dilakukan setelah
Iedul Fithri, tidak boleh dilakukan di hari raya Iedul Fithri. Hal ini
berdasarkan larangan RosulullohShollallohu ‘alaihi wa sallam yang
diriwayatkan dari Umar bin Khothob, beliau berkata, “Ini adalah dua hari
raya yang Rosululloh melarang berpuasa di hari tersebut: Hari raya Iedul Fithri
setelah kalian berpuasa dan hari lainnya tatkala kalian makan daging korban
kalian (Iedul Adha).” (Muttafaq ‘alaih)
boleh berpuasa secara berturut-turut atau tidak, baik di
awal, di tengah, maupun di akhir bulan Syawal. Sekalipun yang lebih utama
adalah bersegera melakukannya berdasarkan dalil-dalil yang berisi tentang
anjuran bersegera dalam beramal sholih. Sebagaimana Allah berfirman, “Maka
berlomba-lombalah dalam kebaikan.” (Al Maidah: 48). Dan juga dalam hadits
tersebut terdapat lafadz ba’da fithri (setelah hari raya Iedul
Fithri), yang menunjukkan selang waktu yang tidak lama.
Mendahulukan Puasa Qodho’
Apabila seseorang mempunyai tanggungan puasa (qodho’)
sedangkan ia ingin berpuasa Syawal juga, manakah yang didahulukan? Pendapat
yang benar adalah mendahulukan puasa qodho’. Sebab mendahulukan sesuatu
yang wajib daripada sunnah itu lebih melepaskan diri dari beban kewajiban. Ibnu
Rojab rohimahullohberkata dalam Lathiiful Ma’arif, “Barangsiapa
yang mempunyai tanggungan puasa Romadhon, hendaklah ia mendahulukan qodho’nya
terlebih dahulu karena hal tersebut lebih melepaskan dirinya dari beban
kewajiban dan hal itu (qodho’) lebih baik daripada puasa sunnah Syawal”. Pendapat
ini juga disetujui oleh Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin dalam Syarh
Mumthi’. Pendapat ini sesuai dengan makna eksplisit hadits Abu Ayyub di atas.
Puasa di Bulan Rajab
Diriwayatkan dari Abu Hurairoh bahwa Nabi saw sering
berpuasa pada hari senin dan kamis.” (HR. Ahmad dengan sanad shahih)
Dari Abu Dzar al Ghifari berkata bahwa Rasulullah saw pernah
memerintahkan kami agar berpuasa sebanyak tiga hari pada setiap bulan, yaitu
apa yang dinamakan dengan hari putih; tanggal ketiga belas, keempat belas dan
kelima belas.’ Nabi saw bersabda,”Itu semua seperti berpuasa sepanjang waktu.”
(HR. An Nasai dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban)
Diriwayatkan dari Abdullah bin Amar bahwa Rasulullah saw
telah bersabda,”Puasa yang paling disukai Allah adalah puasa Daud dan shalat
yang paling disukai Allah adalah shalat Daud. Dia tidur sepanjang malam, bangun
sepertiganya, lalu tidur seperenamnya dan ia berpuasa satu hari lalu berbuka
satu hari.” (HR. Ahmad)
Hal ini seperti yang dikatakan oleh Imam Nawawi bahwa tidak
ada pelarangan tentang berpuasa di bulan rajab dan juga tidak ada
penganjurannya karena bulan rajabnya itu sendiri akan tetapi berpuasa pada
dasarnya disunnahkan. Didalam sunnan Abu Daud bahwa Rasulullah saw menganjurkan
berpuasa di bulan-bulan haram dan rajab adalah salah satunya. (Shahih Muslim bi
Syarhin Nawawi juz VIII hal 56) Dan tidak didapat riwayat shahih yang
menjelaskan tentang berpuasa rajab dikarenakan keutamaan yang ada didalam bulan
itu.
Diantara hadits-hadits itu adalah : Diriwayatkan dari Abu
Sa’id al Khudriy bahwa Rasulullah saw bersabda,”Rajab adalah bulan Allah,
sya’ban adalah bulanku dan ramadhan adalah bulan umatku. Barangsiapa yang
berpuasa rajab dengan keimanan dan penuh harap maka wajib baginya keridhoan
Allah yang besar, akan ditempatkan di firdaus yang tertinggi. Barangsiapa yang
berpuasa dua hari dari bulan rajab maka baginya pahala yang berlipat dan setiap
takarannya sama dengan berat gunung-gunung di dunia dan barangsiapa berpuasa
tiga hari dari bulan rajab maka Allah akan menjadikan puasa itu sebuah parit
yang lebarnya satu tahun perjalanan diantara dirinya dengan neraka…” Ibnul
Jauzi mengatakan bahwa hadits ini maudhu’ (palsu).
Diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah saw
bersabda,”Barangsiapa yang berpuasa tiga hari dari bulan rajab maka Allah
tetapkan baginya puasa sebulan. Barangsiapa berpuasa tujuh hari dari bulan
rajab maka Allah tutupkan baginya tujuh pintu-pintu neraka. Barangsiapa yang
berpuasa delapan hari dari bulan rajab maka Allah bukakan baginya delapan
pintu-pintu surga dan barangsiapa yang berpuasa setengah bulan rajab maka Allah
tetapkan baginya keridhoan-Nya dan barangsiapa yang ditetapkan baginya
keridhoan-Nya maka Dia tidak akan mengadzabnya. Dan barangsiapa yang berpuasa
selama bulan rajab maka Allah akan menghisabnya dengan hisab yang mudah.” Ibnul
Jauzi mengatakan bahwa hadits ini tidak benar karena diantara para perawinya
terdapat Aban. Syu’bah mengatakan bahwa berzina lebih aku sukai daripada aku
meriwayatkan hadits dari Aban. Ahmad, Nasai dan Dauquthni mengatakan bahwa
hadits ini tidaklah diambil karena didalamnya terdapat Amar bin al Azhar. Ahmad
mengatakan bahwa hadits ini maudhu’u (palsu). (Al Maudhu’at juz II hal 205 –
206)
Tentang permasalahan ini, Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan
didalam kitabnya “Tabyiinul ‘Ajb” hal 23 bahwa tidak terdapat riwayat tentang
keutamaan dari bulan rajab, tidak puasa di bulan itu, tidak berpuasa sedikit
saja dari bulan itu dan tidak pula mengerjakan qiyamullail yang dikhususkan di
bulan itu. Imam Ibnul Qayyim mengatakan didalam kitab “al Muniful Manar” hal
151 bahwa seluruh hadits yang menyebutkan bulan rajab, melakukan shalat
disebagian malam-malam di bulan itu maka ia adalah pendusta dan pembohong.”
(Silsilatul Ahaditsil Wahiyah juz II hal 222)
Puasa di Bulan Sya’ban
Jumhur fuqaha, yaitu para ulama Hanafi, Maliki dan Syafi’i
berpendapat akan dianjurkannya berpuasa di bulan sya’ban berdasarkan riwayat dari
Aisyah yang berkata,”Aku tidak melihat Rasulullah saw lebih banyak berpuasa
daripada bulan sya’ban.” Aisyah juga berkata, ”Bulan yang paling disukai
Rasulullah saw untuk berpuasa didalamnya adalah sya’ban bahkan sampai bulan
ramadhan..”
Syarbini al Khatib mengatakan bahwa terdapat riwayat didalam
shahih Muslim bahwa Rasulullah saw berpuasa di bulan sya’ban seluruhnya kecuali
sedikit sekali (dari hari-hari itu).” Para ulama berkata bahwa lafazh dalam
hadits kedua adalah penjelasan dari hadits yang pertama, bahwa yang dimaksud
dengan seluruhnya adalah sebagian besarnya.
Dari Aisyah berkata bahwa aku tidak melihat Rasulullah saw
menyempurnakan puasa satu bulan penuh kecuali bulan ramadhan.” Para ulama
berkata bahwa beliau saw tidak menyempurnakan puasanya satu bulan penuh supaya
tidak dianggap bahwa hal itu adalah kewajiban. Sedangkan para ulama Hambali
berpendapat bahwa tidak dianjurkan berpuasa di bulan sya’ban, ini adalah
pendapat kebanyakan dari mereka (al Mausu’ah al Fiqhiyah juz II hal 9993)
Waktu haram puasa adalah waktu saat umat Muslim dilarang
berpuasa.
1. Hari Raya Idul Fitri (1 Syawal)
2. Hari Raya Idul Adha (10 Zulhijjah)
3. Hari-hari Tasyrik (11, 12, dan 13 Zulhijjah)
2. Hari Raya Idul Adha (10 Zulhijjah)
3. Hari-hari Tasyrik (11, 12, dan 13 Zulhijjah)
Selain hari-hari tersebut, ada pula waktu dimana umat Islam
dianjurkan untuk tidak berpuasa, yaitu ketika ada kerabat atau teman yang
sedang mengadakan pesta syukuran atau pernikahan. Hukum berpuasa pada hari ini
bukan haram, melainkan makruh, karena Allah tidak menyukai jika seseorang hanya
memikirkan kehidupan akhirat saja sementara kehidupan sosialnya (menjaga
hubungan dengan kerabat atau masyarakat) ditinggalkan.
Hari Raya Idul Fithri
Tanggal 1 Syawwal telah ditetapkan sebagai hari raya sakral
umat Islam. Hari itu adalah hari kemenangan yang harus dirayakan dengan bergembira.
Karena itu syariat telah mengatur bahwa di hari itu tidak diperkenankan
seseorang untuk berpuasa sampai pada tingkat haram. Meski tidak ada yang bisa
dimakan, paling tidak harus membatalkan puasanya atau tidak berniat untuk
puasa.
نَهَى
رَسُولُ اللهِ صَلىَّ اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صِيَامِ يَوْمَيْنِ:
يَوْمَ الفِطْرِ وَيَوْمَ الأَضْحَى – متفق عليه
Rasulullah SAW melarang berpuasa pada dua hari: hari Fithr
dan hari Adha.
(HR Muttafaq ‘alaihi)
Hari Raya Idul Adha
Hal yang sama juga pada tanggal 10 Zulhijjah sebagai Hari
Raya kedua bagi umat Islam. Hari itu diharamkan untuk berpuasa dan umat Islam
disunnahkan untuk menyembelih hewan Qurban dan membagikannya kepada fakir
msikin dan kerabat serta keluarga. Agar semuanya bisa ikut merasakan kegembiraan
dengan menyantap hewan qurban itu dan merayakan hari besar.
Hari Tasyrik
Hari tasyrik adalah tanggal 11, 12 dan 13 bulan Zulhijjah.
Pada tiga hari itu umat Islam masih dalam suasana perayaan hari Raya Idul Adha
sehingga masih diharamkan untuk berpuasa. Namun sebagian pendapat mengatakan
bahwa hukumnya makruh, bukan haram. Apalagi mengingat masih ada kemungkinan
orang yang tidak mampu membayar dam haji untuk puasa 3 hari selama dalam ibadah
haji.
إِنَّهَا
أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْب وَذِكْرِ
اللهِ تَعَالى – رواه مسلم
Sesunggunya hari itu (tsyarik) adalah hari makan, minum dan
zikrullah (HR Muslim)
Puasa sehari saja pada hari Jumat
Puasa ini haram hukumnya bila tanpa didahului dengan hari
sebelum atau sesudahnya. Kecuali ada kaitannya dengan puasa sunnah lainnya
seperti puasa sunah nabi Daud, yaitu sehari berpuasa dan sehari tidak. Maka
bila jatuh hari Jumat giliran untuk puasa, boleh berpuasa. Sebagian ulama tidak
sampai mengharamkannya secara mutlak, namun hanya sampai makruh saja.
Puasa sunnah pada paruh kedua bulan Sya‘ban
Puasa ini mulai tanggal 15 Sya‘ban hingga akhir bulan
Sya‘ban. Namun bila puasa bulan Sya‘ban sebulan penuh, justru merupakan sunnah.
Sedangkan puasa wajib seperti qadha‘ puasa Ramadhan wajib dilakukan bila memang
hanya tersisa hari-hari itu saja. Sebagian ulama tidak mengharamkan melainkan
hanya memakruhkan saja.
Puasa pada hari Syak
Hari syah adalah tanggal 30 Sya‘ban bila orang-orang ragu
tentang awal bulan Ramadhan karena hilal (bulan) tidak terlihat. Saat itu tidak
ada kejelasan apakah sudah masuk bulan Ramadhan atau belum. Ketidak-jelasan ini
disebut syak. Dan secara syar‘i umat Islam dilarang berpuasa pada hari itu.
Namun ada juga yang berpendapat tidak mengharamkan tapi hanya memakruhkannya
saja.
Puasa Selamanya
Diharamkan bagi seseorang untuk berpuasa terus setiap hari.
Meski dia sanggup untuk mengerjakannya karena memang tubuhnya kuat. Tetapi
secara syar‘i puasa seperti itu dilarang oleh Islam. Bagi mereka yang ingin
banyak puasa, Rasulullah SAW menyarankan untuk berpuasa seperti puasa Nabi Daud
as yaitu sehari puasa dan sehari berbuka.
Wanita haidh atau nifas
Wanita yang sedang mengalami haidh atau nifas diharamkan
mengerjakan puasa. Karena kondisi tubuhnya sedang dalam keadaan tidak suci dari
hadats besar. Apabila tetap melakukan puasa, maka berdosa hukumnya. Bukan
berarti mereka boleh bebas makan dan minum sepuasnya. Tetapi harus menjaga
kehormatan bulan Ramadhan dan kewajiban menggantinya di hari lain.
Puasa sunnah bagi wanita tanpa izin suaminya
Seorang isteri bila akan mengerjakan puasa sunnah, maka
harus meminta izin terlebih dahulu kepada suaminya. Bila mendapatkan izin, maka
boleh lah dia berpuasa. Sedangkan bila tidak diizinkan tetapi tetap puasa, maka
puasanya haram secara syar‘i.
Dalam kondisi itu suami berhak untuk memaksanya
berbuka puasa. Kecuali bila telah mengetahui bahwa suaminya dalam kondisi tidak
membutuhkannya. Misalnya ketika suami bepergian atau dalam keadaan ihram haji
atau umrah atau sedang beri‘tikaf. Sabda Rasulullah SAW Tidak halal bagi wanita
untuk berpuasa tanpa izin suaminya sedangkan suaminya ada dihadapannya. Karena
hak suami itu wajib ditunaikan dan merupakan fardhu bagi isteri, sedangkan puasa itu hukumnya sunnah.
Kewajiban tidak boleh ditinggalkan untuk mengejar yang sunnahSumber : http://diana-muslimahsejati.blogspot.com/2010/12/puasa-dalam-islam-dalil-dalil-puasa.html
0 komentar:
Posting Komentar