Bagi setiap unit usaha
dari semua skala dan di semua sector ekonomi, era perdagangan bebas dan
globalisasi perekonomian dunia di satu sisi akan menciptakan banyak kesempatan.
Namun di satu sisi akan menciptakan banyak tantangan yang apabila tidak dapak
dihadapi dengan baik akan menjelma menjadi tantangan.
Sifat Alami dari
Keberadaan UKM
Usaha kecil di
Indonesia didominasi oleh unit-unit usaha tradisional, yang disatu sisi dapat
dibangun dan beroperasi hanya dengan modal kerja dan modal investasi kecil dan
tanpa perlu menerapkan system organisasi dan manajemen modern yang kompleks dan
mahal, seperti diusaha-usaha modern dan di sisi lain berbed dengan usaha
menengah, usaha kecil pada umumnya membuat barng-barang konsumsi sederhana
untuk kebutuhan kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah. Implikasi dari
sifat alami ini berbeda dengan usaha menengah dan usaha besar, usaha kecil
sebenarnya tidak terlalu tergantung pada fasilitas-fasilitas pemerintah.
Kemampuan UKM
Dalam era perdagangan
bebas dan globalisasi perekonomian dunia, kemajuan teknologi, penguasaan ilmu
pengetahuan dan kualitas SDM yang tinggi merupakan tiga faktor keunggulan
kompetitif yang akan menjadi dominan dalam bagus tidaknya prospek dari suatu
usaha.
Dalam menghadapi
persaingan di abad ke-21, UKM dituntut untuk melakukan restrukturisasi dan
reorganisasi dengan tujuan untuk memenuhi permintaan konsumen yang makin
spesifik, berubah dengan cepat, produk berkualitas tinggi, dan harga yang murah
. Salah satu upaya yang dapat dilakukan UKM adalah melalui hubungan kerjasama
dengan Usaha Besar (UB). Kesadaran akan kerjasama ini telah melahirkan konsep
supply chain management (SCM) pada tahun 1990-an. Supply chain pada dasarnya
merupakan jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk
menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Pentingnya
persahabatan, kesetiaan, dan rasa saling percaya antara industri yang satu
dengan lainnya untuk menciptakan ruang pasar tanpa pesaing, yang kemudian
memunculkan konsep blue ocean strategy.
Kerjasama antara
perusahaan di Indonesia, dalam hal ini antara UKM dan UB, dikenal dengan
istilah kemitraan (Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan).
Kemitraan tersebut harus disertai pembinaan UB terhadap UKM yang memperhatikan
prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan.
Kemitraan merupakan suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau
lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan
prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Kemitraan merupakan suatu
rangkaian proses yang dimulai dengan mengenal calon mitranya, mengetahui posisi
keunggulan dan kelemahan usahanya, memulai membangun strategi, melaksanakan,
memonitor, dan mengevaluasi sampai target tercapai. Pola kemitraan antara UKM
dan UB di Indonesia yang telah dibakukan, menurut UU No. 9 Tahun 1995 tentang
Usaha Kecil dan PP No. 44 Tahun 1997 tentang kemitraan, terdiri atas 5 (lima)
pola, yaitu : (1).Inti Plasma, (2).Subkontrak, (3).Dagang Umum, (4).Keagenan,
dan (5).Waralaba.[5]
Pola pertama, yaitu
inti plasma merupakan hubungan kemitraan antara UKM dan UB sebagai inti membina
dan mengembangkan UKM yang menjadi plasmanya dalam menyediakan lahan,
penyediaan sarana produksi, pemberian bimbingan teknis manajemen usaha dan
produksi, perolehan, penguasaan dan peningkatan teknologi yang diperlukan bagi
peningkatan efisiensi dan produktivitas usaha. Dalam hal ini, UB mempunyai
tanggung jawab sosial (corporate social responsibility) untuk membina dan
mengembangkan UKM sebagai mitra usaha untuk jangka panjang.
Pola kedua, yaitu
subkontrak merupakan hubungan kemitraan UKM dan UB, yang didalamnya UKM
memproduksi komponen yang diperlukan oleh UB sebagai bagian dari produksinya.
Subkontrak sebagai suatu sistem yang menggambarkan hubungan antara UB dan UKM,
di mana UB sebagai perusahaan induk (parent firma) meminta kepada UKM selaku
subkontraktor untuk mengerjakan seluruh atau sebagian pekerjaan (komponen)
dengan tanggung jawab penuh pada perusahaan induk. Selain itu, dalam pola ini
UB memberikan bantuan berupa kesempatan perolehan bahan baku, bimbingan dan
kemampuan teknis produksi, penguasaan teknologi, dan pembiayaan.
Pola ketiga, yaitu
dagang umum merupakan hubungan kemitraan UKM dan UB, yang di dalamnya UB
memasarkan hasil produksi UKM atau UKM memasok kebutuhan yang diperlukan oleh
UB sebagai mitranya. Dalam pola ini UB memasarkan produk atau menerima pasokan
dari UKM untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh UB.
Pola keempat, yaitu
keagenan merupakan hubungan kemitraan antara UKM dan UB, yang di dalamnya UKM
diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa UB sebagai mitranya. Pola
keagenan merupakan hubungan kemitraan, di mana pihak prinsipal memproduksi atau
memiliki sesuatu, sedangkan pihak lain (agen) bertindak sebagai pihak yang
menjalankan bisnis tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan langsung
dengan pihak ketiga.
Pola kelima, yaitu
waralaba merupakan hubungan kemitraan, yang di dalamnya pemberi waralaba
memberikan hak penggunaan lisensi, merek dagang, dan saluran distribusi
perusahaannya kepada penerima waralaba dengan disertai bantuan bimbingan
manajemen. Dalam pola ini UB yang bertindak sebagai pemberi waralaba menyediakan
penjaminan yang diajukan oleh UKM sebagai penerima waralaba kepada pihak
ketiga.
Kemitraan dengan UB
begitu penting buat pengembangan UKM. Kunci keberhasilan UKM dalam persaingan
baik di pasar domestik maupun pasar global adalah membangun kemitraan dengan
perusahaan-perusahaan yang besar. Pengembangan UKM memang dianggap sulit
dilakukan tanpa melibatkan partisipasi usaha-usaha besar. Dengan kemitraan UKM
dapat melakukan ekspor melalui perusahaan besar yang sudah menjadi eksportir,
baru setelah merasa kuat dapat melakukan ekspor sendiri. Disamping itu,
kemitraan merupakan salah satu solusi untuk mengatasi kesenjangan antara UKM
dan UB. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tumbuh kembangnya UKM di
Indonesia tidak terlepas dari fungsinya sebagai mitra dari UB yang terikat
dalam suatu pola kemitraan usaha.
Manfaat yang dapat
diperoleh bagi UKM dan UB yang melakukan kemitraan diantaranya adalah Pertama,
dari sudut pandang ekonomi, kemitraan usaha menuntut efisiensi, produktivitas,
peningkatan kualitas produk, menekan biaya produksi, mencegah fluktuasi suplai,
menekan biaya penelitian dan pengembangan, dan meningkatkan daya saing. Kedua,
dari sudut moral, kemitraan usaha menunjukkan upaya kebersamaan dam kesetaraan.
Ketiga, dari sudut pandang soial-politik, kemitraan usaha dapat mencegah
kesenjangan sosial, kecemburuan sosial, dan gejolah sosial-politik. Kemanfaatan
ini dapat dicapai sepanjang kemitraan yang dilakukan didasarkan pada prinsip
saling memperkuat, memerlukan, dan menguntungkan.
Keberhasilan kemitraan
usaha sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan di antara yang bermitra dalam
menjalankan etika bisnisnya. Pelaku-pelaku yang terlibat langsung dalam
kemitraan harus memiliki dasar-dasar etikan bisnis yang dipahami dan dianut
bersama sebagai titik tolak dalam menjalankan kemitraan. Menurut Keraf (1995)
etika adalah sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral
yang menentukan dan terwujud dalam sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik
sebagai pribadi maupun sebagai kelompok. Dengan demikian, keberhasilan
kemitraan usaha tergantung pada adanya kesamaan nilai, norma, sikap, dan
perilaku dari para pelaku yang menjalankan kemitraan tersebut.
Sumber :
sap.gunadrama.ac.id
0 komentar:
Posting Komentar