Permasalahan yang harus
dihadapi dan diselesaikan oleh pemerintah indonesia saat ini adalah kemiskinan,
disamping masalah-masalah yang lainnya. dewasa ini pemerintah belum mampu
menghadapi atau menyelesaikan permasalahan kemiskinan.
Menurut Remi dan Tjiptoherijanto
(2002:1) upaya menurunkan tingkat kemiskinan di Indonesia telah dimulai
awal tahun 1970-an diantaranya melalui program Bimbingan Masyarakat (Bimas) dan
Bantuan Desa (Bandes). Tetapi upaya tersebut mengalami tahapan jenuh pada
pertengahan tahun 1980-an, yang juga berarti upaya penurunan kemiskinan di
tahun 1970-an tidak maksimal, sehingga jumlah orang miskin pada awal 1990-an
kembali naik. Disamping itu kecenderungan ketidakmerataan pendapatan nasional
melebar yang mencakup antar sektor, antar kelompok, dan ketidakmerataan antar
wilayah.
berdasarkan data
Bank Dunia jumlah penduduk miskin Indonesia pada tahun 2002 bukanlah 10 sampai
20% tetapi telah mencapai 60% dari jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah 215
juta jiwa.(www.ismailrasulong.wordpress.com).
Hal ini diakibatkan
oleh ketidakmampuan mengakses sumber-sumber permodalan, juga karena
infrastruktur yang juga belum mendukung untuk dimanfaatkan masyarakat memperbaiki
kehidupannya, selain itu juga karna SDM, SDA, Sistem, dan juga tidak terlepas
dari sosok pemimpin. Kemiskinan harus diakui memang terus menjadi masalah
fenomenal sepanjang sejarah Indonesia sebagai negara bangsa, bahkan hampir
seluruh energi dihabiskan hanya untuk mengurus persoalan kemiskinan. Yang
menjadi pertanyaan sekarang ini adalah, mengapa masalah kemiskinan seakan tak
pernah habis, sehingga di negara ini, rasanya tidak ada persoalan yang lebih
besar, selain persoalan kemiskinan. Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak
tidak bisa mengenyam pendidikan yang berkualitas, kesulitan membiayai
kesehatan, kurangnya tabungan dan tidak adanya investasi, kurangnya akses ke
pelayanan publik, kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya jaminan sosial dan
perlindungan terhadap keluarga, menguatnya arus perpindahan dari desa ke kota
dengan tujuan memperbaiki kehidupan, dan yang lebih parah, kemiskinan
menyebabkan jutaan rakyat memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan secara
terbatas. Kemiskinan menyebabkan masyarakat desa rela mengorbankan apa saja
demi keselamatan hidup, kemiskinan menyebabkan banyak orang melakukan prilaku
menyimpang, harga diri diperjual belikan hanya untuk mendapatkan makan. Si
Miskin rela mempertaruhkan tenaga fisik untuk memproduksi keuntungan bagi
mereka yang memiliki uang dan memegang kendali atas sektor perekonomian lokal
dan menerima upah yang tidak sepadan dengan biaya tenaga yang dikeluarkan. Para
buruh bekerja sepanjang hari, tetapi mereka menerima upah yang sangat sedikit.
Bahkan yang lebih parah, kemiskinan telah membuat masyarakat kita terjebak
dalam budaya memalas, budaya mengemis, dan menggantungkan harapannya dari budi
baik pemerintah melalui pemberian bantuan. kemiskinan juga dapat meningkatkan
angka kriminalitas, kenapa penulis mengatakan bahwa kemiskinan dapat
meningkatkan angka kriminalitas, jawabannya adalah karna mereka (simiskin) akan
rela melakukan apa saja untuk dapat mempertahankan hidupnya, baik itu mencuri,
membunuh, mencopet, bahkan jika ada hal yang lebih keji dari itu ia akan tega
dan berani melakukannya demi hidupnya. Kalau sudah seperti ini siapa yang harus
kita salahkan. kemiskinan seakan menjadi sebuah fenomena atau sebuah persoalan
yang tak ada habis-habisnya, pemerintah terkesan tidak serius dalam menangani persoalan
kemiskinan, pemerintah lebih membiarkan mereka mengemis dan mencuri ketimbang
memikirkan cara untuk menanggulangi dan mengurangi tingkat kemiskinan dan
membebaskan Negara dari para pengemis jalanan karna kemiskinan.
4.3. Perkembangan
Tingkat Kemiskinan di Indonesia
tahun 1976 sampai 2007.
jumlah penduduk miskin
di Indonesia pada periode 1976-2007 berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pada
tahun 1976 penduduk miskin sekitar 54,2 juta jiwa (sekitar 44,2 juta jiwa di
perdesaan, dan sekitar 10 juta jiwa di perkotaan). Angka ini pada tahun 1980
berkurang hingga menjadi sekitar 42,3 juta jiwa (sekitar 32,8 juta jiwa di
perkotaan, dan sekitar 9,5 juta jiwa di perdesaan), atau berkurang sekitar
21,95 persen dari tahun 1976. Pada tahun 1990 jumlah penduduk miskin berkurang
hingga menjadi sekitar 27,2 juta jiwa (sekitar 17,8 juta jiwa di perkotaan, dan
sekitar 9,4 juta jiwa di perdesaan), atau berkurang sekitar 35,69 persen dari
tahun 1980. Pada tahun 1996 jumlah penduduk miskin mengalami kenaikan hingga
mencapai sekitar 34,5 juta jiwa (sekitar 24,9 juta jiwa di perkotaan, dan
sekitar 9,6 juta jiwa di perdesaan). Dibandingkan dengan tahun 1990, angka ini
menurun sekitar 20,87 persen. Namun, pada tahun 2002 jumlah penduduk miskin
kembali meningkat hingga menjadi sekitar 38,4 juta jiwa. Sementara, pada tahun
2007 jumlah penduduk miskin menurun hingga menjadi sekitar 37.17 juta jiwa.
Fluktuasi jumlah penduduk miskin di Indonesia disebabkan karena terjadinya
krisis ekonomi, pertambahan jumlah penduduk tiap tahun, pengaruh kebijakan
pemerintah dan sebagainya.(Badan Pusat Statistik).
Tahun 2007–Maret 2008
Analisis tren tingkat
kemiskinan antara kondisi Maret 2007 dan Maret 2008 dimaksudkan untuk
mengetahui perubahan tingkat kemiskinan selama setahun terakhir. Garis kemiskinan
pada periode Maret 2007-Maret 2008 mengalami peningkatan sebesar 9,56 persen,
yaitu dari Rp.166.697,- per kapita per bulan pada Maret 2007
menjadi Rp.182.636,- per kapita per bulan pada Maret 2008. Hal yang sama
juga terjadi di perkotaan dan di perdesaan masing-masing meningkat sebesar 9,02
persen dan 10,21 persen. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret
2008 sebesar 34,96 juta orang (15,42 persen). Dibandingkan dengan penduduk
miskin pada Maret 2007 yang berjumlah 37,17 juta (16,58 persen), berarti jumlah
penduduk miskin turun sebesar 2,21 juta (Tabel 4.3). Jumlah penduduk miskin di
daerah perdesaan turun lebih tajam dari pada daerah perkotaan. Selama periode
Maret 2007-Maret 2008, penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang 1,42 juta,
sementara di daerah perkotaan berkurang 0,79 juta orang. Persentase penduduk
miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah. Pada bulan
Maret 2007, sebagian besar (63,52 persen) penduduk miskin berada di daerah
perdesaan, sementara pada bulan Maret 2008 persentase ini hampir sama yaitu
63,47 persen.(Badan Pusat Statistik).
Referensi:
0 komentar:
Posting Komentar