“Hai, apa kabar?
Lagi apa? Lagi dimana? sudah makan?”
ahhh.. sudahlah lupakan saja semua itu,
ingin untuk mengirim pesan seperti itu,
tapi nyaliku tak sebesar seperti kau
kira. Sudah jangan bohongi diri sendiri, jujur saja pasti ingin
mengirim pesan seperti itu. Tapi seakan jari jari ini kaku, rasa yang
terkanal gengsi itu pun muncul.
“untuk apa kau masih menguhubungi dia
yang jelas jelas sudah tidak ingin bersama?” ego ku seakan bicara
seperti itu.
“kalau kangen ya bilang saja kangen,
tidak ada salahnya jika menanyakan kabar, bukankah memutuskan tali
silahtrurahmi itu tidak baik?” jauh di hati ku berbisik.
Lalu apa yang harus aku lakukan?
Menuruti ego ku? Atau mengatakan bahwa benar apa yang ada dihatiku.
Terkadang ku berpikir, untuk apa
mempertahankan semua ego, memendam semua rasa, menahan semua kata
yang ingin ku ucapkan kepadanya.
Mendapakankan hukumankah kalau aku
melakukan itu?
Tidak dianggap kah aku sebagai teman
oleh teman teman ku?
Ahhh sungguh konyol jika itu terjadi..
tidak adasalahnya jika ingin sekedar
bertanya, takut? Untuk apa? Gengsi untuk apa?
Takut tidak di balas, takut ia sudah
mendapakan pengganti dalam sepinya.
Untuk mengetahui sejauh mana kabar ia
sekarang, apakah kau juga rasakan yang sama.
Gengsi kenpa harus aku yang memulai,
kenapa tidak kau yang memberiku kabar, kenapa harus aku?
Mau sampai kapan harus seperti ini?
Memberanikan diri untuk bertanya
padanya. Untuk mengabarinya. Lalu apa yang terjadi jika pesan ku
tidak dibalas? Menangis semalam”aahhhh sungguh alay” . iya sudah
jika pesanku tidak dibalas. Setidaknya aku sudah mencoba, dan
memnghilangkakn semua rasa penasaran. Aku tidak pernah tau apa yang
sebenarnya ia rasakan. Setidaknya diriku sudah berhasil mengalahkan
rasa gengsiku.
0 komentar:
Posting Komentar